Friday, March 30, 2012

4 Season, 1 Ka'bah..

Setiap kali aku menyelesaikan sebuah drama Korea-Jepang atau sehabis membaca beberapa novel mengenai kedua negara ini, ada satu keinginan yang selalu tertanam di hatiku. Keinginan untuk pergi ke sana. Keinginan untuk merasakan lembutnya salju di telapak tangan dan di wajahku. Ah, indahnya. Keinginan menyaksikan  langsung daun-daun berguguran dari batangnya, yang amat mempesona dengan keseragaman warna kuning kecokelatannya. It's so amazing!
Pernah aku membaca novel tetralogi seasonnya Ilana Tan (Baca: Summer in Seoul, Autumn in Paris, Winter in Tokyo, dan Spring in London). Dari sini, aku bisa merasakan betapa berbedanya dimensi kehidupan disana dengan di negaraku, Indonesia. Sama-sama indah. Tentunya ada kelebihan dan kekurangan tersendiri. Ada masing-masing sisi yang aku sendiri belum paham betul dimana letak keunikannya, yang pasti semua ada sisi berbeda yang menjadikan ciptaan Allah, alam semesta beserta isinya ini sangat variatif, dan bila semakin dipelajari  secara mendalam mengenai kebesaran Tuhan, kita akan semakin terkagum-kagum dibuatnya. Betapa Maha Hebatnya Dzat yang telah menciptakan semua ini. Allah SWT. Subhanallah..


Di sini, di blog ini, aku tuliskan tentang mimpiku, bahwa suatu saat jika Allah mengizinkan, aku ingin mengajak orang yang aku sayangi pergi ke sana. Merasakan empat musim yang tidak ada di negara kelahiranku, Indonesia tercinta. Semoga. Impossible is nothing, right ?

Akan tetapi, ada satu impian terbesarku sebelum mimpi besar di atas, aku ingin pergi ke tempat yang satu ini terlebih dahulu (Aamiin Ya Allah). Aku ingin merasakan nikmatnya puncak ibadah yang pahalanya berlipat-lipat bila dilakukan di tempat ini. Subhanallah, Allah Maha Baik, selalu ada cara untuk menggapai Ridho dan RahmatNya; dan aku akan terus berusaha untuk meraihnya; tempat ini, tempat yang selalu ramai dikunjungi oleh muslim sejagat raya !



Mari tuliskan mimpi kita dan berusaha serta berdoa secara maksimal untuk berani mewujudkannya. Allah Ya Razaaq, Fighting ! :))

Allah tidak memanggil orang yang berkecukupan, tetapi Allah akan mencukupkan bagi mereka yang terpanggil..

Antara Aku, Kamu.. Dan Hujan

Kesukaanku terhadap hujan tak pernah pudar. Meski hujan kadang membuat basah pakaian yang sedari pagi dijemur di halaman beranda rumah kita, tapi kesejukannya mampu membayar lunas bahkan lebih dari semua kekhawatiran tentang itu. Actually, aku sering membiarkan wajahku terbenam dalam tetesan air yang jatuh dari awan mendung tersebut. Sejuk dan damai. Ia mampu merubah mendung bermetamorfosis menjadi kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ada energi dingin yang menyelusup ke sebagian pori-pori rasa di arena kecilku. Indah dan menawan sekali.

Arena kecil itu bernama hati, yang selama ini tertutup setelah kepergianmu. Aku lebih suka mendengar bahwa kamulah yang meninggalkanku, bukan sebaliknya aku yang meninggalkan kamu. Meskipun nyatanya, akulah yang meminta kamu untuk melupakanku beserta kenangan kita tanpa alasan yang jelas.
Berkali-kali aku mencari waktu yang tepat untuk meminta maaf padamu, meski berat. Bahkan, sudah terlampau sering aku menyampaikan maaf dan maaf padamu via sms dengan rangkaian kata yang panjang-lebar hingga mencapai 6 karakter. Dan kaupun membalasnya, singkat. Engkau memaafkanku, ringan. Lalu percakapan kita selesai tanpa adanya kesimpulan yang memuaskan.
Aku dan kamu sama-sama merasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Kita memutuskan untuk tidak bicara sampai suasana kembali tenang. Kita kembali sibuk dengan urusan masing-masing. Memori itu seketika hilang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Engkau sibuk, akupun sibuk. Di tengah kesibukanku, aku pernah membaca dari kisah pengalaman orang lain dan aku merasa bahwa memang benar adanya. Karena persis dengan yang aku rasakan. Aku menangkap bahwa:

“Sesulit apapun itu, menyembuhkan luka di hati sendiri, jauh lebih mudah daripada menyembuhkan luka di hati orang lain. Apalagi jika kitalah yang menyebabkan luka itu. Jadi daripada mereka yang tersakiti karena perlakuan kita,  biarlah kita yang mengalah untuk mencoba memahami mereka, walaupun mungkin itu akan sedikit menyakiti kita. Tapi setidaknya, kita punya kuasa atas hati kita sendiri. Kita bisa menata hati kita, menyembuhkannya perlahan-lahan, sampai di titik tertentu, hati kita tidak sakit lagi oleh luka yang sama. Sampai hati kita lebih kuat dan lebih tulus lagi dalam menyikapi hidup. Dan semua itu tak bisa kita lakukan pada hatinya orang lain.” 
 
Ada sebaris kisah antara aku, kamu dan hujan. Ketika kamu pernah berkata bahwa kamu ga suka dengan yang namanya perubahan. Dulu, aku sepakat denganmu. Tapi kini, aku berubah pikiran, dari hujan aku belajar tentang perubahan. Hujan merupakan sebuah proses yang selalu diawali dengan mendung dan diiringi oleh suara gemuruh yang menakutkan. Baru kemudian ia akan menjelma menjadi butiran air yang menyenangkan.

Menurutmu, itulah sebuah perjuangan yang akan indah pada waktunya meski awalnya terasa amat sangat pahit sekali. Jujur, aku selalu suka melihat dari sisi bijaksanamu. Aku masih setuju dengan cara pandangmu, hanya saja kini, aku sedikit menambahkan bahwa hujan juga merupakan sebuah proses perubahan. Hidup ini butuh yang namanya perubahan. Tidak akan ada hujan bila awan mendung dan gemuruh tidak pernah mengalami perubahan.

Aku sangat ingin seperti hujan. Merubah diri, menjelma dan bermetamorfosis menjadi hal yang menyenangkan bagi siapa saja yang melihat, menyentuh dan merasakan kehadirannya.

Akhirnya.. Aku mengerti, bahwa setiap luka yang kita goreskan pada orang lain, membutuhkan rentang waktu untuk kembali memulihkannya. Kalaupun sudah pulih, luka selalu menimbulkan bekas tersendiri yang tak mudah dilupakan oleh pemiliknya.
Kini.. Aku harus kembali menata hati agar tak lagi menggoreskan luka di arena kecilmu, yang bernama hati, aku hanya ingin menjadi pengobat luka dan penyejuk hatimu. Seperti hujan..

Mari sama-sama belajar untuk mendalami sebuah rasa, rasa yang selalu bisa menjadi penawar segala bentuk perubahan; yang menyadarkan kita bahwasanya apa yang kita miliki, semua adalah titipan dariNya dan kapanpun bisa Ia ambil dan hilang dalam sekejap;

Sabar dan Ikhlas :)

Saturday, March 24, 2012

Tugas Seminar Tentang Rutinitas..

Sabtu pagi, sebuah alarm handphone berdering di samping seorang wanita yang masih berusia 20 tahun. Wanita ini adalah mahasiswa di salah satu Universitas terbaik di kotanya, Universitas Sriwijaya. Sepertinya ia panik sekali mendengar suara alarm di sampingnya sehingga alarm tersebut segera ia raba dan seketika itu juga ia matikan. Jam di handphone menunjukkan pukul 3 pagi. Ah, rupanya ia ingin melaksanakan shalat tahajud. Namun, ia kelihatan sangat lelah sekali, sehingga ia memutuskan untuk bolos malam ini. Diaturnya lagi alarm tadi dan dirinya kembali terlelap. Zzzz.

Kemudian alarm berbunyi pada pukul 5 pagi. Kali ini ia memaksakan untuk bangun meski ia merasa berat dan badannya masih terasa letih, ia takkan meninggalkan kewajibannya sebagai seorang hamba Allah Yang Maha Esa. Prinsipnya, jika belum sanggup istiqomah menjalankan ibadah sunah, maka seenggaknya jangan pernah tinggalkan ibadah yang wajib, jangan pernah sekali-kali mencoba untuk melanggar aturan wajibnya. Tidak ada tawar-menawar untuk yang satu ini. Laksanakan semampunya. Bila tak bisa sholat berdiri, maka duduk. Tak bisa duduk, maka berbaring atau dengan isyarat juga boleh. Allah sudah terlalu baik bagi hambaNya. Ia merasa malu pada Dia yang Maha Baik bila shalat saja malas.

Setelah selesai melaksanakan sholat subuh, ia memikirkan apa saja tugas kuliah untuk seminggu ke depan. Ia selalu seperti itu. Bagi dia, hari libur adalah hari yang tepat untuk menuntaskan semua tugas kuliah untuk seminggu ke depan, bukan untuk menghabiskan waktu dengan bersantai-santai menikmati uluran waktu. Yah, meskipun liburan juga penting baginya, tapi ia pandai menempatkan situasi dan hari ini ia memutuskan untuk berlibur dengan tugas. Ia tidak bisa tenang bila belum menyentuh tugas sedikitpun. Meskipun pada akhirnya ia tetap tak bisa menyelesaikan semua tugas tersebut, ia takkan menyesal dan tidak pula menyerah, setidaknya ia telah berusaha dan memiliki gambaran tentang apa yang harus ia pelajari lagi di kemudian hari.


Hm, rupanya kali ini ia juga mendapat tugas untuk menulis sebuah karangan tentang "rutinitas". Meskipun ia sangat gemar menulis, ia takkan berani meremehkan yang namanya tugas kuliah. Menurut ia, tugas kuliah itu seperti kematian. Sebagaimana kematian ada yang khusnul khotimah dan ada yang su'ul khotimah. Dan semua itu sangat tergantung dari usaha masing-masing. sedangkan hasil akhirnya bisa kita tahu setelah berakhir. Seperti itu juga tugas, ia bisa tenang bila sudah melihat hasil akhirnya. Ia berharap sebagaimana khusnul khotimah dalam kematian, tugasnyapun bisa mendapatkan nilai terbaik. Aamiin.


Berbicara tentang rutinitas, pandangan wanita itu selalu mengarah pada sosok kuliah, kuliah dan kuliah. Baginya, kuliah selalu mendominasi waktu untuk sebagian remaja seusia dirinya dalam naungan rutinitas. Ketika seorang dosen memberi ia tugas tentang sebuah karangan mengenai rutinitas, pikirannya langsung berkutat pada kuliah. Yah, meskipun tidak 100% diisi oleh kuliah itu sendiri.


Hari ini, pada tanggal 24 Maret 2012, seperti biasa, setiap kali hari libur, tubuhnya selalu enggan bangun pagi. Enggan mandi pagi. Sholat subuhpun jam 05:15 WIB tadi. Setelah mencoba mengerjakan tugas, ia kembali merebahkan badan di atas kasur, membuka blackberry sebentar untuk sekedar mengintip status orang, mencari tau apa saja kegiatan mereka hari ini. Ah, ternyata tidak jauh berbeda. Ada yang bilang, "Hoaamm, masih ngantuk.." atau yang lain bilang "Lapeerrr". Tak lama dari itu si wanita meraba headset di sampingnya, agak kusut namun sepertinya ia sudah mahir dalam menanganinya. Dalam hitungan detik, headset itu sudah terpasang di telinganya, bersiap untuk menekan tombol "putar" di playlistnya.
Setelah mendengar tiga lagu, matanya mulai sayu. Tak lama kemudian ia tertidur. Zzzz.

***


bersambung..

Saturday, March 3, 2012

Bukan Suka Atau Benci. Tapi Sayang..

Berkali-kali kubuka buku, membaca pengalaman orang-orang terdahulu, menyelami fenomena di sekitar demi mencari potongan definisi tentang apa yang sedang kurasakan terhadapmu; kenapa aku teramat membencimu?

***

Kesalahanku adalah membenci kamu, sama seperti kesalahanku terdahulu pernah menyukai kamu. And you know what? Benci selalu menyakitkan, dan membenci orang yang pernah kamu sukai, jauh lebih menyakitkan daripada membenci orang yang sudah dari awal tidak kamu sukai.

Harusnya aku tak perlu membenci kamu, sebagaimana aku juga tak perlu menyukai kamu. Kamu, sebagaimana manusia yang lain memang ada bukan untuk disuka atau dibenci. Menyukai dan membenci kamu adalah sama-sama kesalahan. Dan aku melakukan dua kesalahan berturut-turut.

Harusnya dari dulu aku mengerti, kalau setiap orang memiliki sisi baik dan sisi buruk. Tak mungkin semuanya baik. Tak mungkin tak ada yang buruk. Termasuk aku dan kamu. Punya sisi baik dan sisi buruk masing-masing.

Harusnya aku tak perlu rumit-rumit membedakan manusia, termasuk kamu yang ada di dalamnya, dengan pengelompokkan yang aneh-aneh. Golongan ini, golongan itu, atau golongan manapun yang kadang terlalalu egois merasa golongannya sendiri yang paling baik. Sederhana saja. Ada orang baik, ada orang buruk. Orang baik adalah mereka yang melakukan kebaikan. Orang buruk adalah mereka yang melakukan keburukan. Sudah. Cukup. Selesai. Karena setiap orang punya sisi baik dan sisi buruk, ada saatnya kita melakukan kebaikan, ada saatnya kita melakukan keburukan. Ada saatnya kita menjadi orang baik, ada saatnya kita menjadi orang buruk. Terkait intensitasnya, tentu saja berbeda satu sama yang lainnya.

Harusnya aku juga memahami, kalaupun harus ada benci diantara kita, benci itu hanya boleh diperuntukkan untuk keburukan kita. Dan kita masih punya sisi baik untuk disukai. Pun begitu dengan rasa suka, kalaupun aku harus menyukai kamu, aku cukup menyukai sisi baik kamu. Aku harus tetap memiliki ruang benci untuk sisi buruk kamu. Sebagaimana aku juga harus menyisakan ruang benci untuk keburukanku sendiri. Dengan begitu, harusnya aku juga bisa lebih adil dan rasional untuk membenci dan menyukai kamu. Tidak mengutamakan perasaan semata.

Kamu, sebagaimana manusia yang lainnya memang ada bukan untuk disukai atau dibenci. Tapi untuk saling sayang-menyayangi. Rasa sayang bermetamorfosis menjadi kebahagiaan tertentu ketika melihat kebaikan dan keberhasilan orang lain. Rasa sayang yang kadang berwujud maaf. Rasa sayang yang kadang menjelma menjadi marah atas keburukan orang lain, tapi marahnya marah sayang, bukan marah benci. Marah karena tidak ingin orang lain salah, marah karena ingin melihat orang lain lebih baik, marah yang berujung pada perubahan yang lebih baik, bukan marah karena tersakiti atau terdzolimi.

Aku tak mau lagi membenci atau menyukai kamu. Aku hanya ingin menyayangi kamu. Dan jujur, aku masih perlu banyak-banyak menata hati agar bisa menyayangi kamu.

Tulisan Dariku Dan Untuk Diriku...

Aku ingin menulis. Meski nyatanya aku bukanlah seorang Penulis. Meski nyatanya aku tak memiliki inspirasi untuk kucurahkan. Meski nyatanya aku tak memiliki banyak kosa kata baru yang bisa aku rangkaikan. Yah. Aku bukanlah orang yang pandai merangkai kata demi kata. Aku bukanlah seperti Ahmad Fuadi, penulis novel best seller 'Negeri 5 Menara' yang baru-baru ini sedang ditayangkan di bioskop Indonesia. Atau seperti Habiburrahman El-Shirazy yang hampir kesemua novelnya di filmkan. Aku bukanlah seperti mereka. Oleh karena aku bukanlah siapa-siapa. Maka, aku tak memiliki keberanian untuk bermimpi terlalu tinggi seperti mereka. Karena aku terlalu takut akan ketinggian. Dimana aku tak punya apa-apa untuk mencari perlindungan jika suatu saat aku harus terjun bebas dari ketinggian itu. Mungkin belum saatnya aku bermimpi. Cukuplah ini sekedar hobiku saja. Meski tak ada yang membaca. Meski banyak yang tak suka. Meski banyak yang tak peduli. Aku tetap ingin menulis.

Sungguh, ini sudah cukup membahagiakan bagiku ketika aku mampu menyelaraskan antara jemari, mata dan pikiran untuk bergotong royong membentuk sebuah cerita. Ada kepuasan tersendiri ketika aku bisa merangkai kata per kata hingga menjadi sebuah kalimat. Kemudian membentuk sebuah cerita tersendiri. Alhamdulillah. Aku selalu bahagia manakala ceritaku sudah tersimpan rapi di dalam laptop, atau sekedar menambah koleksi di memopad blackberry. Walaupun hanya aku yang membacanya. Aku sungguh bahagia. Terkadang aku nyengir sendiri atau bahkan tertawa geli saat membaca kembali tulisan-tulisanku yang telah lama. Walau terlihat begitu kaku untuk didengar. Tapi aku suka. Aku suka dengan karyaku.

Pernah suatu hari di kediamanku, aku tergerak untuk merapikan lemari buku yang terbilang sudah sedikit berdebu. Aku menemukan sebuah buku yang agak asing dan kurang familiar, dikarenakan mungkin sudah terlalu lama tak tampak oleh pandangan. Buku diary SMA. Tanpa diperintah, jemariku sudah mulai membuka-buka isi dari buku tersebut. Aku benar-benar ngga nyangka. Sejak dulu aku sudah menggemari tulis-menulis. Sekali lagi aku bilang itu sekedar hobi. Bukan sebuah impian atau cita-cita. Tanpa sadar, aku lupa dengan tujuan semula, aku diasyikkan membaca setiap lembar tulisan diaryku itu. Kadang aku terkaget, ga nyangka, ga percaya. Ada tulisan bahwa aku ga betah masuk SMA yang berasrama. Ada juga tulisan ketika aku mulai menyukai lawan jenis. Bahkan orang-orang yang ga aku sukai terangkum di sana. Aku malu sendiri membacanya. Kenapa aku begitu tak punya malu menuliskan itu di buku diary. Bagaimana jika ada yang membacanya. Sigh. Setelah selesai membaca, segera aku simpan dalam-dalam dan tersembunyi dari penglihatan. Agar tak ditemukan oleh adikku yang bandel. ^^

Mengenai tulisan, ingatanku masih segar tentang sebuah novel yang aku buat pasca kelulusan SMP menuju SMA. Aku masih ingat, kala itu judul novel yang ku buat, "Basket, I'm In Love". Itu novel isinya tentang cewek yang jatuh cinta sama kakak kelas yang jago main basket. Terus dia rela masuk ekstrakulikuler basket demi kakak kelas tersebut. LOL ^^. Dimana novelnya penuh berisi dengan percakapan-percakapan seperti komik. Akan tetapi, keberadaan novel tersebut tidak diketahui lagi hingga sekarang. Seingatku, ketika aku mulai memasuki asrama di SMAN 3 Kayuagung, aku membawanya. Terus ada yang meminjam buku itu dan hilang entah kemana.

Beranjak dari cerita tentang kesukaanku menulis. Aku ingin menegaskan bahwa aku tak bisa lepas dari hobiku yang satu ini. Karena suatu hari nanti tulisan-tulisan sederhana ini pasti sangat berguna. Siapa tahu nantinya aku sudah berani bermimpi untuk menjadi seperti Ahmad Fuadi atau Habiburrahman El-Shirazy. Hehe. Walaupun terkesan mustahil, Setidaknya tulisan ini sebagai satu-satunya saksi sejarah di masa kini yang nantinya akan menjadi masa lalu di masa yang akan datang. Dan pada akhirnya terbungkus dalam sebuah blog dan terbingkai rapi dalam sebuah kenangan terindah. Semoga.