Kalau kamu lihat akhir-akhir ini aku banyak diamnya; itu bukan karena aku tak mau bicara lagi kepada kamu. Tapi memang sudah tak ada lagi yang perlu dibicarakan mengenai hubungan diantara kita. Aku pikir harusnya dari dulu kita demikian; menjadi orang yang lebih banyak bertindak daripada bicara. Bukan malah banyak mengumbar janji, lalu jadi saling mengingkari.
Janji bukan hanya rangkaian kata pemanis suasana. Bukan juga sederetan kalimat penghibur lara. Apalagi sekedar nuansa untuk menguatkan romansa. Janji adalah tanggungjawab, hutang yang harus dibayar lunas pada saatnya, juga menjelaskan identitas kamu. Jadi, kalau kamu tak sanggup untuk memenuhinya, jangan permainkan aku dengan janji-janjimu. Aku lebih menghargai ketidaksanggupanmu, keterbatasanmu, juga semua tentang kekuranganmu. Selama kamu jujur, tidak menutupinya dengan alasan, tidak mengalihkannya dengan janji sebagai penyelamatan.
Urusan ini bisa jadi sederhana untukmu, tapi tidak bagiku. Dicintai adalah hak semua orang, termasuk aku dan kamu. Sedari dulu Tuhan sudah mengajari kita untuk mencintai sesama. Bahkan para nabi banyak mengajarkan untuk tetap mencintai orang yang membenci kita, membalas keburukannya dengan kebaikan. Dan itulah cinta. Setiap orang masih punya hak dan kesempatan untuk dicintai, seburuk apapun orang tersebut, setidakpantas apapun orang tersebut; selama ada orang yang memiliki pemahaman seperti pemahaman para nabi, bahwa mencintai sesama adalah salah satu kewajiban umat manusia. Terkait bagaimana bentuknya, seperti apa perlakuannya, tentu saja menyesuaikan dengan kondisi dan pribadi masing-masing.
Tapi dipercaya, tidak sama dengan dicintai. Tidak semua orang memiliki hak untuk dipercaya. Bahkan nabi akhir zaman lebih membenci orang yang tak dapat dipercaya, tak menepati janjinya, orang munafik atau apalah namanya, daripada orang yang membencinya, menghinanya bahkan menyakitinya. Dipercaya membutuhkan usaha yang lebih kuat dan pembuktian yang lebih konkret daripada dicintai. Itulah kenapa dipercaya jauh lebih sulit sekaligus lebih berharga daripada dicintai. Itulah kenapa aku menginginkan seorang yang layak dipercaya, bukan hanya layak untuk sekedar dicintai. Dan mungkin, itulah juga salah satu alasan kenapa ada beberapa orang [yang dulu sama-sama kita tertawakan], berani memutuskan hidup bersama selamanya, hanya dengan menukar beberapa lembar biodata, atau melalui perantara entah siapa lah. Setidaknya mereka sudah saling percaya, walapun bisa jadi belum saling mencinta. Tapi rasa cinta sangat mudah datang setelah adanya saling percaya. Sayangnya, rasa percaya tidak otomatis datang bersama rasa cinta. Bahkan cinta lebih rentan untuk menadatangkan benci, manakala ada kondisi yang tidak diharapkan, kondisi yang tidak sesuai, atau sesekali disisipi rasa bosan. Seperti yang sedang aku alami sekarang, terhadapmu.
Bagaimanapun, aku akan mencoba untuk menata hati agar tetap mencintaimu. Bukan membencimu. Entah sebagai apa dan bagaimana bentuknya. Tapi aku tak lagi mempercayaimu. Aku juga tak tahu sampai kapan. Mungkin sampai kamu membuktikan bahwa kamu memang layak untuk dipercaya. Dan itupun tidak sebesar kepercayaanku dulu.
Jadi sekali lagi, semuanya sudah jelas. Tak ada lagi yang perlu dibicarakan tentang hubungan diantara kita. Kalaupun ada, aku hanya ingin berterimakasih kepadamu. Terimakasih telah memberitahu aku, dengan isyarat lembut dari sikapmu, dengan banyak janji yang tak kamu penuhi, dengan ucapan yang jauh melebihi tindakanmu; kalau kamu bukanlah orangnya, bukan orang yang tepat bersamaku untuk selamanya.
Great job say,, memberi kekuatan trsendiri pada hati yg mulai rapuuh..
ReplyDeletesuka dg kata2 ini "dipercaya itu lebih berharga drpd dicintai. aku ingin org yg layak dipercaya, bukan hanya sekedar layak untuk dicintai".
:)
Keep Fighting say.... ^_^
ReplyDelete