Again, jemariku mulai menari di keypad blackberry ini. Mengetik dengan lincah apa saja dalam salah satu aplikasi favoritku, memopad. Karena dengan memopad, aku bisa menulis kapan saja dan dimana saja yang aku mau..
2012. Gak terasa sudah menginjak semester 6. Semua ilmu yang aku dapat selama 5 semester terakhir di kampus hijau ini, rasanya belum cukup puas untuk mengerti tentang yang namanya rutinitas. Kini, hariku terjebak (lagi) dalam rutinitas yang entah sampai kapan aku bisa bertahan. Aku tak tahu apa yang salah dengan yang namanya rutinitas. yang aku tahu; betapa letihnya jiwa yang dipaksa ada, betapa lelahnya raga yang bertindak tanpa rasa suka. Aku ada tapi tak pernah hadir. Aku bersua tapi tak ada guna. Lalu, untuk apa aku di sini? Akupun masih mencari jawabannya. Semoga keajaiban itu segera datang.
Mungkin ada malaikat yang berbaik hati untuk menuliskan jawaban permasalahanku, beserta langkah-langkah yang harus aku lakukan agar kondisi ini bisa segera berakhir, lalu beralih pada kondisi yang lebih baik lagi, kondisi yang aku harapkan. Lalu malaikat itu menyimpan jawaban tadi di bawah bantal, dan betapa bahagianya aku ketika menemukan jawaban itu selepas tidur. Atau katakanlah ada segerombolan penjahat yang mengancamku dengan pistol, menuntutku untuk menikmati segala rutinitas yang aku lakukan, berbahagia atasnya. Karena kalau tidak, mereka akan menembakku. Walaupun barangkali, mati ditembak jauh lebih mudah daripada memaksakan perasaan. Sayangnya, aku tidak hidup di dunia dongeng. Aku hidup dalam dunia yang bernama realitas. Jadi malaikat dan penjahat itu tak pernah datang.
Dan kondisi yang aku alami sekarang ini tercipta karena aku terlalu merasakan perbedaan yang ada. Sejatinya perbedaan memang selalu ada. Perbedaan status, perbedaan keinginan, perbedaan visi, perbedaan lingkungan, juga perbedaan kondisi. Sayangnya, yang selama ini belum aku pahami; perbedaan memang harus diakui, tapi tak perlu terlalu dirasakan. Karena dengan mengakui perbedaan kita bisa saling menghargai. Tapi semakin dalam perbedaan itu dirasakan, kita akan semakin kesepian, merasa sendiri, merasa tidak nyaman.
Perbedaan juga terkadang memaksa kita untuk berpura-pura kuat dan berani, padahal sebenarnya kita merasakan sebaliknya. Padahal seharusnya, kita tidak usah berpura-pura kuat ketika sedang merasa lemah, atau berpura-pura berani padahal merasa takut. Barangkali, dunia ini akan menjadi tempat yang lebih indah kalau setiap orang yang merasa lemah jujur mengakui dan berkata dengan rendah hati; Aku punya masalah. Aku lemah dan sedang berusaha semaksimal mungkin.
Kini dan nanti. Aku harus banyak belajar lagi tentang bagaimana menyesuaikan diri dengan yang namanya rutinitas. Karena sejatinya kita tak terlepas dengan rutinitas dan perbedaan dalam rutinitas itu sendiri. Semua itu sudah menjadi sunnah Illahi. Tuhan telah menciptakan semuanya dengan baik dan rapi.
Dan sejak itu, aku mulai menikmati rutinitasku. Tak ada yang salah dengan rutinitas, selama kita bisa menikmatinya bukan? Selama kita berbahagia dengan rutinitas yang kita lakukan. ^_^
No comments:
Post a Comment