Saturday, February 25, 2012

Rendah Hati, Mutiara Abadi... ^_^


Tiba-tiba ingin menulis. Hehe. Dapat angin segar nih. Entah jenis angin apa dan darimana ? Tapi, Alhamdulillah. Allah masih memberikan waktu senggang ini untukku bisa menulis kembali. Merangkai kata. Membuka jendela inspirasi. Menabur sebaris harapan dari sebongkah cerita. Sebelum disibukkan lagi oleh tugas-tugas beserta keluarganya. Hoho. Sekedar bahan pengingat bagi kita semua. Tak terkecuali, aku. Yang masih dan harus tetap belajar sampai nafas, denyut nadi, aliran darah dan detak jantung ini terhenti bersama Takdir illahi..

~

Mereka bilang aku pendiam. Haha. Padahal sebenarnya aku tak sependiam yang mereka duga. Barangkali pendiam menurut pandangan setiap orang itu berbeda kali ya. Nyatanya, mataku selalu berkedip-kedip. Melihat ke atas - ke bawah, melirik ke kiri - ke kanan. Faktanya pikiranku selalu mengais-ngais apa saja tentang kehidupan ini. Saat inipun, jemari tanganku masih hilir-mudik melintasi deretan alfabet laptopku satu per satu. Aku bukan pendiam bukan ?

Pendiam lawannya periang. Periang itu ga mesti mengoceh sepanjang hari. Ga mesti lari sana, lari sini. Periang itu bisa tampak ketika kita mampu tersenyum kepada siapa saja. Ketika kita mampu menyapa, mengayomi dan saling berbagi tanpa memandang harkat, derajat dan martabat antar anak adam. Ah, alangkah indahnya hidup ini bila setiap diri menyadari perannya sebagai makhluk Tuhan yang sejatinya selalu menebar kebaikan. Menjadi sosok inspirator kebenaran bagi orang-orang di sekitarnya. Menjadi contoh yang baik bagi semua. Rahmatan lil'alamin.

Terkadang ada beberapa alasan yang membuat seseorang lebih memilih diam daripada banyak bicara. Aku jadi teringat sebuah motivasi dari seorang dosen yang membuatku mengangguk-angguk tiada henti hingga lelah sendiri. Hihi. tapi beneran, motivasi itu mampu merubah batu menjadi cair. Aku sampai hafal kalimatnya, "Mutiara itu jangan selalu ditampakkan. Kalau selalu ditampakkan, nanti jadi kusam".
Rasanya benar-benar pas bagi manusia yang lumrahnya memiliki nafsu 'selalu ingin dipuji dan dibanggakan'. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan itu. Karena sudah begitulah adanya. Semua itu manusiawi. Hanya saja, mengenai nafsu itu sendiri ada yang bisa mengendalikan dan ada yang tidak. Disitulah letak ujian dariNya.
Misalnya, jika kita pandai dan memiliki prestasi yang hebat. Barangkali seharusnya, tak perlulah kita memberitahu dan menunjukkan kepada dunia bahwa, "Aku ini pintar banget loh, kamu harus tau itu". Atau barangkali kita memiliki paras yang rupawan. Tak perlulah juga dipamerkan. Begitu logikanya bukan ? 
Hmm, betapa repotnya jika hidup hanya sekedar untuk menarik 'Perhatian' dan mencari 'Pujian' dari orang lain. Teramat kasihan, ketika ia sudah repot-repot seperti itu. Ternyata bukan pujian yang ia dapat. Justru kebencian yang datang berlipat.

Teman.. Kalaupun mereka menyukai kita, mereka akan tau semuanya bahkan lebih tau tentang kita dari kitanya sendiri. Tetapi sebaliknya, bila kelebihan itu selalu ditampakkan atau dibuat-buat supaya tampak. Yang ada bukannya mereka simpati, tetapi malah illfeel dengan semua yang kita lakukan. Jangankan untuk bicara. Bertatap muka untuk sekedar melihat kita saja, mereka sudah muak. Apalagi bila harus berbincang-bincang secara panjang-lebar. Wah.. Hanya orang yang memiliki kesabaran luar biasa yang mungkin bisa bertahan.
Yah.. Jadi, untuk apa kita pintar dan memiliki segalanya jika hidup hanya untuk mendatangkan kebencian orang lain dan memancing kemurkaan Tuhan ? Na'udzubillah.

So, jagalah mutiara itu supaya tidak kusam.. Tetaplah rendah hati, teman. Hingga tak menimbulkan sekat dan kecemburuan sosial bagi orang lain.. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri bukan, selagi nyawa masih menyatu dengan raga.. ^_^

Friday, February 24, 2012

Rutinitas...

Again, jemariku mulai menari di keypad blackberry ini. Mengetik dengan lincah apa saja dalam salah satu aplikasi favoritku, memopad. Karena dengan memopad, aku bisa menulis kapan saja dan dimana saja yang aku mau..

2012. Gak terasa sudah menginjak semester 6. Semua ilmu yang aku dapat selama 5 semester terakhir di kampus hijau ini, rasanya belum cukup puas untuk mengerti tentang yang namanya rutinitas. Kini, hariku terjebak (lagi) dalam rutinitas yang entah sampai kapan aku bisa bertahan. Aku tak tahu apa yang salah dengan yang namanya rutinitas. yang aku tahu; betapa letihnya jiwa yang dipaksa ada, betapa lelahnya raga yang bertindak tanpa rasa suka. Aku ada tapi tak pernah hadir. Aku bersua tapi tak ada guna. Lalu, untuk apa aku di sini? Akupun masih mencari jawabannya. Semoga keajaiban itu segera datang.

Mungkin ada malaikat yang berbaik hati untuk menuliskan jawaban permasalahanku, beserta langkah-langkah yang harus aku lakukan agar kondisi ini bisa segera berakhir, lalu beralih pada kondisi yang lebih baik lagi, kondisi yang aku harapkan. Lalu malaikat itu menyimpan jawaban tadi di bawah bantal, dan betapa bahagianya aku ketika menemukan jawaban itu selepas tidur. Atau katakanlah ada segerombolan penjahat yang mengancamku dengan pistol, menuntutku untuk menikmati segala rutinitas yang aku lakukan, berbahagia atasnya. Karena kalau tidak, mereka akan menembakku. Walaupun barangkali, mati ditembak jauh lebih mudah daripada memaksakan perasaan. Sayangnya, aku tidak hidup di dunia dongeng. Aku hidup dalam dunia yang bernama realitas. Jadi malaikat dan penjahat itu tak pernah datang.


Dan kondisi yang aku alami sekarang ini tercipta karena aku terlalu merasakan perbedaan yang ada. Sejatinya perbedaan memang selalu ada. Perbedaan status, perbedaan keinginan, perbedaan visi, perbedaan lingkungan, juga perbedaan kondisi. Sayangnya, yang selama ini belum aku pahami;  perbedaan memang harus diakui, tapi tak perlu terlalu dirasakan. Karena dengan mengakui perbedaan kita bisa saling menghargai. Tapi semakin dalam perbedaan itu dirasakan, kita akan semakin kesepian, merasa sendiri, merasa tidak nyaman.

Perbedaan juga terkadang memaksa kita untuk berpura-pura kuat dan berani, padahal sebenarnya kita merasakan sebaliknya. Padahal seharusnya, kita tidak usah berpura-pura kuat ketika sedang merasa lemah, atau berpura-pura berani padahal merasa takut. Barangkali, dunia ini akan menjadi tempat yang lebih indah kalau setiap orang yang merasa lemah jujur mengakui dan berkata dengan rendah hati; Aku punya masalah. Aku lemah dan sedang berusaha semaksimal mungkin.

Kini dan nanti. Aku harus banyak belajar lagi tentang bagaimana menyesuaikan diri dengan yang namanya rutinitas. Karena sejatinya kita tak terlepas dengan rutinitas dan perbedaan dalam rutinitas itu sendiri. Semua itu sudah menjadi sunnah Illahi. Tuhan telah menciptakan semuanya dengan baik dan rapi.

Dan sejak itu, aku mulai menikmati rutinitasku. Tak ada yang salah dengan rutinitas, selama kita bisa menikmatinya bukan? Selama kita berbahagia dengan rutinitas yang kita lakukan. ^_^

Wednesday, February 22, 2012

Senyuman itu...

Suatu saat sekiranya dirimu ditanya
Apa yang membuatmu bahagia?
Jawaban apa yang bisa kau berikan untuk pertanyaan itu…


Andai aku yang ditanya
Ada satu hal yang membuatku bahagia
Satu hal yang mampu mengusir mendung dengan seketika
Mengusir kelam dengan sekejap saja


Satu hal itu adalah Senyuman Ayah dan Ibu ku
Senyuman yang bisa menghapus banyak air mata
Senyuman yang penuh kehangatan

Ketika melihat Ayah dan Ibu tersenyum padaku saat aku pulang
Mendengar tawa khasnya…
Melihat senyum sumringah yang terpancar dari wajahnya
Subhanallah…

Seolah ada hawa sejuk yang mengalir
Menyentuh lembut ke seluruh relung di hati ku
Sesuatu yang dingin menyenangkan
Menyatu dalam darah ku
Memberiku ketenangan yang sulit untuk bisa aku jelaskan
Memberi perasaan damai yang sulit untuk aku mengerti

Tiba-tiba saja
Seperti suntikan hawa murni dunia dalam diriku
Energi yang membuatku lebih berani
Memberiku kekuatan untuk terus melangkah

Seolah aku merasa seperti aku terlahir kembali
Seluruh jiwaku terasa lebih fresh


Ada suatu keinginan yang perlahan menyatu dalam diriku
Keinginan untuk menjaganya
Menjaga senyuman itu
Menjaganya agar jangan sampai hilang padam
Menjaganya sekuat tenagaku


Kau tak percaya?
Coba saja!

Kau akan tahu bahwa ternyata senyumannya
Lebih dari yang bisa kau mengerti
Seperti obat mujarab kebahagiaan

Setidaknya kau akan mulai menyadari
Betapa teduhnya senyumannya


Ya Allah aku memohon kepada-Mu
Berikanlah waktu lebih lama
Untukku bersama dan menjaga senyuman itu